1 SYAWAL 1434 H

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 SYAWAL 1434 H "MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN"

Kamis, 19 Mei 2011

HUKUM = HUKUM TANAH ADAT

SITUASI HUKUM ADAT.

Pada umumnya hukum Adat di Kabupaten Sleman tidak ada hal-hal yang menonjol, baik tentang kedudukan janda, baik janda laki-laki dan anak perempuan dalam hal mewaris atas peninggalan barang-barang si almarhum.


Kedudukan anak angkat

Khusus tentang anak angkat, bagi orang tua angkat tidak pernah mengajukan pengesahannya kepada Pengadilan Negeri, cukup mereka lakukan dengan melalui upacara selamatan atau kenduri dengan mengundang beberapa orang sebagai saksi sesuai dengan tujuannya, sedang permohonan pengesahan anak angkat yagn diajukan di Pengadilan Negeri kebanyakan dilakukan oleh para pegawai negeri/Swasta ABRI satu dan lainnya untuk mencukupi ketentuan–ketentuan sebagaimana yang diatur dalam P.P No 12 tahun 1967. L.N. No.24 tahun 1967, yaitu tentang pemberian tunjangan anak-anak angkat. Namun sekarang ini banyak juga yang mengajukan permohonan pengesahan anak angkat.

Walaupun di Kabupaten Sleman tentang Hukum Adat tidak ada hal-hal yang menonjol, namun demikian disini perlu dikemukakan tentang ”Hukum Tanah” yang berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta satu dan lain agar kita mengetahui khususnya hak-hak rakyat atas tanah, dari sejak zaman Kerajaan hingga sekarang.

Hukum Tanah

Tingkatan hak-hak rakyat atau tanah

Hak Hanggaran

Kabupaten Sleman merupakan salah satu dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang semasa zaman Hindia Belanda dahulu merupakan Daerah Swapraja, yang sebelum pemerintah Hindia Belanda mempunyai pengaruh besar pada Daerah Swapraja Yogyakarta/Paku Alam ”semua tanah adalah hak milik raja” tanah sekarang dalam kota untuk kepentingan raja, yang disebut tanah kerajaan, hak atas tanahnya disebut ”hangangge” tanah kerajaan akan kembali kepada raja apabila abdi dalem berhenti dari jabatannya, tanah-tanah yang terletak diluar kota, oleh Raja diberikan kepada putra Sentono Dalem / Putro Abdi Dalem sebagai tanah kelenggahan atau digunakan untuk kepentingan Raja sendiri, guna diambil hasilnya disebut ”tanah pemajesan dalem” para pemegang tanah kelenggahan ini disebut ”patuh”, oleh patuh tanah kelenggahan disuruh mengerjakan rakyat dengan cara bagi hasil, hak rakyat atas tanah ini hanya hak ”hanggaran” dan akeh patuh diangkat ”Bekel” yang mempunyai tugas mengawasi tanah kelenggahan yang dikerjakan rakyat, dan Bekel ini mendapat pelungguh berupa tanah sawah yang luasnya seperlima dari tanah kelenggahan yang diawasi disebut ”tanah perliman’, juga diberi tanah pekarangan sebagai tempat tinggal disebut ”Krajan Kebekelan”, sedang orang yang mengerjakan tanah kelenggahan ini disebut ”kuli sangga”, apabila ada kuli sangga yang sudah tidak kuat mengerjakan tanah kelenggahan dan apabila ada bekel yang sudah tidak kuat menjalankan tugasnya mereka harus menyerahkan kembali tanah kepada Patuh dan meninggalkan pekarangan/kerajaan.

Hak Hangangge turun temurun:

Dengan mulai berlakunya Rijksblad Kesultanan Yogyakarta No. 16 Tahun 1918 dan Rijkblad Paku Alam No. 18 tahun 1918, ”patuh” dan ” Bekel” dihapus, dan diluar kota dibentuk Badan Pemerintah yang disebut Kalurahan lengkap dengan aparatnya, yaitu: Lurah, Kamisepuh, Carik, Ulu-ulu, Jagabaya, Modin, Kabayan.

Sedang tanah dalam wilayah Kesultanan diatur oleh Kesultanan dan bagi wilayah Pakualaman Pakualaman diatur oleh Paku Alam, menurut Domain Verklaring 1918 yang termuat dalam Rijkblad tersebut, adalah Pemerintah Kesultanan bagi wilayah Kesultanan dan Paku Alam bagi Wilayah Pakualaman.

Paku Alam menjadi pemegang Domain dari seluruh tanah kecuali bagi tanah yang telah dimiliki dengan ” hak Eigendom”. Menurut bunyi pasal 1 Rijkblad, Kedaulatan adalah:

”Azas yang dilestarikan adalah, bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan hak eigendom oleh fisik lain adalah domein (jajahan) dari Kerajaan”.

Rakyat hanya mempunya hak Hangangge turun menurun atas tanah sedang desa mempunyai hak ”handarbe”.

Menurut bunyi pasal 3 ayat (1) nya adalah:

” Semua tanah terletak dalam wilayah yang telah diorganisir yang nyata-nyata dipakai rakyat, baik yang ditempati maupun yang dioleh secara tetap atau tidak tetap sebagaimana tercatat dalam register kelurahan, diberikan kepada kelurahan tersebut dengan hak hanggaduh.

Tanah yang diberikan kepada pamong-pamong Kelurahan adalah tanah-tanah yang termasuk dalam register kelurahan yang bersangkutan.

Menurut bunyi pasal 4 nya adalah:

”hak hanggaduh (bezitrecht) dimaksud dalam pasal 3 kecuali untuk tanah lungguh lurah dan pamong, dan tanah yang diberikan sebagai pengarem-arem kepada para Bekel yang diperhatikan Inlands Bezitrecht dimaksud dalam pasal 3, diberikan kepada kalurahan dengan melestarikan (melangsungkan) hak para pemakai sesuai pada saat berlakunya reorganisasi tersebut dengan hak......

Hak milik turun temurun perseorangan:

Setelah terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta menurut Undang-undang RI No.3 tahun 1952 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang RI No 19 tahun 1958 yang meliputi daerah Kesultanan dan bekas daerah Paku Alam, Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan peraturan Daerah tentang Hak atas tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 5 tahun 1954 tanggal 29 April 1954 dan mulai berlaku pada hari diundangkan dalam ”Lembaran Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 14 Januari 1956.

Tentang hak atas tanah terletak dalam kelurahan diatur dan diurus oleh Kelurahan setempat, kecuali yang telah diatur dalam Peraturan daerah Istimewa Yogyakarta. Sedang bunyi pasal 4 ayat 1:

Daerah Istimewa Yogyakarta memeberi hak milik perseorangan turun temurun, atas sebidang tanah kepada warga Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut hak milik.

Pemutakhiran Terakhir ( Monday, 12 January 2009 )

1 komentar:

  1. okkk mantap ini,,makasih atas ilmunya,,jangan lupa mampir di simplesoft21.blogspot.com

    BalasHapus